Nama : Mela
Ayu Nugraheni
Kelas : X IPA
1
No : 18
Laporan
Kunjungan di Sangiran
Museum Manusia Purba Sangiran |
Pada tanggal 16 Februari 2016, siswa kelas X SMAN 2
MAGELANG mengadakan Pendidikan Luar Sekolah yang dilakukan di PT SRITEX, Museum
Sangiran, dan terakhir pergi berbelanja oleh-oleh di Solo Square. Di sini saya
akan menerangkan hasil kunjungan saya di Museum Sangiran.
A. Moseum Purbakala Sangiran
a)
Wilayah Sangiran Museum Sangiran
Sangiran adalah sebuah situs
arkeologi di Jawa, Indonesia.Sangiran memiliki area sekitar 48 km². Secara
fisiografis sangiran terletak pada zona Central Depression, yaitu berupa
dataran rendah yang terletak antara gunung api aktif, Merapi dan Merbabu di sebelah
barat serta Lawu di sebelah timur.
Secara administratif Sangiran
terletak di Kabupaten Sragen (meliputi 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Kalijambe,
Gemolong dan Plupuh serta Kecamatan Gondangrejo) dan kabupaten Karanganyar,
Jawa Tengah.Sangiran terletak di desa Krikilan, Kec. Kalijambe ( + 40 km dari
Sragen atau + 17 km dari Solo) situs ini menyimpan puluhan ribu fosil dari jaan
pleistocen ( + 2 juta tahun lalu).
Situs Sangiran merupakan daerah
perbukitan yang mencakup kawasan seluas 32 km² dengan bentangan arah dari utara
ke selatan kurang lebih 8 km dan dari barat ke timur kurang lebih 4 km². Daerah
ini meliputi 12 kelurahan di 4 kecamatan, yaitu kecamatan kalijember, gemolong,
plupuh, dan godangrejo. Daerah sangiran memiliki sebuah sungai yang membelah daerah
tersebut menjadi dua yaitu kali cemara
yang bermuara di bengawan solo.
Fosil-fosil purba ini merupakan 65 %
fosil hominid purba di Indonesia dan 50% di seluruh dunia. Hingga saat ini
telah ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di Museum, sisanya
disimpan di gudang penyimpanan. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya, berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.070/0/1977, tanggal 5
Maret 1977. Selanjutnya keputusan itu dikuatkan oleh Komite World Heritage
UNESCO pada peringatannya yang ke-20 di Merida, Mexico yang menetapkan kawasan
Sangiran sebagai kawasan World Heritage (warisan dunia) No. 593.
b)
Sejarah Situs Sangiran
Sejarah Museum Sangiran bermula dari
kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Von Koeningswald sekitar tahun 1930-an.
Di dalam kegiatannya Von Koeningswald dibantu oleh Toto Marsono, Kepala Desa
Krikilan pada masa itu.Setiap hari Toto Marsono atas perintah Von Koeningswald
mengerahkan penduduk Sangiran untuk mencari “balung buto” (Bahasa Jawa = tulang
raksasa).Demikian penduduk Sangiran mengistilahkan temuan tulang-tulang
berukuran besar yang telah membatu yang berserakan di sekitar ladang
mereka.Balung buto tersebut adalah fosil yaitu sisa-sisa organisme atau jasad
hidup purba yang terawetkan di dalam bumi.
Fosil-fosil tersebut kemudian
dikumpulkan di Pendopo Kelurahan Krikilan untuk bahan penelitian Von
Koeningswald, maupun para ahli lainnya.Fosil-fosil yang dianggap penting dibawa
oleh masing-masing peneliti ke laboratorium mereka, sedang sisanya dibiarkan
menumpuk di Pendopo Kelurahan Krikilan.
Setelah Von Koeningswald tidak aktif
lagi melaksanakan penelitian di Sangiran, kegiatan mengumpulkan fosil masih
diteruskan oleh Toto Marsono sehingga jumlah fosil di Pendopo Kelurahan semakin
melimpah.Dari Pendopo Kelurahan Krikilan inilah lahir cikal-bakal Museum
Sangiran.
Untuk menampung koleksi fosil yang
semakin hari semakin bertambah maka pada tahun 1974 Gubernur Jawa Tengah
melalui Bupati Sragen membangun museum kecil di Desa Krikilan, Kecamatan
Kalijambe, Kabupaten Saragen di atas tanah seluas 1000 m². Museum tersebut
diberi nama “Museum Pestosen”. Seluruh koleksi di Pendopo Kelurahan Krikilan
kemudian dipindahkan ke Museum tersebut.Saat ini sisa bangunan museum tersebut
telah dirombak dan dialihfungsikan menjadi Balai Desa Krikilan.
Sementara di Kawasan Cagar Budaya
Sangiran sisi selatan pada tahun 1977 dibangun juga sebuah museum di Desa Dayu,
Kecamatan Godangrejo, Kabupaten Karanganyar. Museum ini difungsikan sebagai
basecamp sekaligus tempat untuk menampung hasil penelitian lapangan di wilayah
Cagar Budaya Sangiran sisi selatan.Saat ini museum tersebut sudah dibongkar dan
bangunannya dipindahkan dan dijadikan Pendopo Desa Dayu.
Tahun 1983 pemerintah pusat
membangun museum baru yang lebih besar di Desa Ngampon, Desa Krikilan,
Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.Kompleks Museum ini didirikan di atas
tanah seluas 16.675 m². Bnagunannya antara lain terdiri dari Ruang Pameran,
Ruang Pertemuan/ Seminar, Ruang Kantor/ Administrasi, Ruang Perpustakaan, Ruang
Storage, Ruang Laboratorium, Ruang Istirahat/ Ruang Tinggal Peneliti, Ruang
Garasi, dan Kamar Mandi. Selanjutnya koleksi yang ada di Museum Plestosen
Krikilan dan Koleksi di Museum Dayu dipindahkan ke museum yang baru ini.Museum
ini selain berfungsi untuk memamerkan fosil temuan dari kawasan Sangiran juga
berfungsi untuk mengkonservasi temuan yang ada dan sebagai pusat perlindungan
dan pelestarian kawasan Sangiran.
Tahun 1998 Dinas Praiwisata Propinsi
Jawa Tengah melengkaspi Kompleks Museum Sangiran dendan Bnagunan Audio Visual
di sisi timur museum.Dan tahun 2004 Bupati Sragen mengubah interior Ruang
Knator dan Ruang Pertemuan menjadi Ruang Pameran Tambahan.
Tahun 2003 Pemerintah pusat merencanakan
membuat museum yang lebih representative menggantikan museum yang ada secara
bertahap.Awal tahun 2004 ini telah selesai didirikan bangunan perkantoran tiga
lantai yang terdiri dari ruang basemen untuk gudang, lantai I untuk
Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program selanjutnya adalah
membuat ruang audio visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung, ruang
pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan
lain-lain.
Lapisan Tanah berusia 1,8 Juta Tahun |
c)
Proses Terbentuknya Sangiran
Pada awalnya sangiran merupakan
lautan dangkal.Pada saat itu keadaan bumi masih belum stabil seperti sekarang,
di beberapa bagian bumi seringkali mendapatkan pergerakan di dalam perut bumi
yang disebabkan adanya dorongan tekanan endogen. Sangiran juga mengalami hal
serupa, karena adanya dorongan tenaga endogen (dari dalam bumi) terjadi
pengankatan dan pelipatan pada permukaan laut sangiran. Akibat pelipatan
permukaan maka terbentuklah daratan-daratan yang mengisolasi sebagaian lautan
tersebut sehingga menjadi danau dan rawa-rawa.
Saat terjadinya masa glacial
(pembekuan), permukaan air laut menyusut, itu disebabkan karena adanya
pembekuan es di kutub utara maka muncullah daratan di permukaan bumi. Danau dan
rawa sangiran yang terbentuk dari lautan dangkal juga menjadi daratan kering.
Proses pembentukan situs sangiran
erat kaitannya dengan aktivitas gunung lawu tua. Kubah sangiran diperkirakan
terbentuk akibat gaya kompresi dari runtuhan gunung Lawu tua, gaya endogen
berupa pengakatan dan pelipatan tanah serta gaya gravitasi bumi. Gaya kompresi
yang sama juga menyebabkan terbentuknya kubah-kubah lain seperti: Kubah
Gemolong, Kubah Gamping, Kubah Bringinan, Kubah Gesingan, dan Kubah Munggur.
Tenaga endogen yang terjadi
berulang-berulang mengakibatkan permukan tanah di sangiran naik akibatnya
adanya dorongan di dalam dan membentuk bukit.Kemudian karena aktivitas gunung
lawu membuat tanah perbukitan longsor dan membentuk kubah, tanah di sekitar
sungai cemarapun ikut longsor.Akibat dari hal tersebut, terbentuklah lapisan
tanah yang berbeda dari lapisan tanah permukaan.Lapisan tanah yang terbentuk
adalah lapisan dari jaman purbakala dimana hsil dari terbentuknya tanah
sangiran membuat para ahli purbakala dan masyarakat sekitar menemukan
bukti-bukti kehidupan masa prasejarah.Higga kini lapisan tanah (stratigrafi)
yang dapat ditemukan dan diteliti terdapat 4 lapis.
Situs sangiran merupakan daerah
perbukitan yang terbentuk dari fragmen-fragmen batu gamping foraminifera dan
batu pasir yang tercampur dengan Lumpur saat masa halosen. Juga yang endapan
alivial yang terdiri dari campuran lempung, pasir, kerikil, dan krakal dengan
ketebalan kurang lebih 2 meter yang dapat terlihat di sungai cemara. Sungai
cemara yang mengalir didaerah sangiran merupakan sungai anteseden yang menyayat
kubah sangiran.Hal ini menyebabkan struktur kubah dan stratifigrafi tanah
daerah sangiran dapat dipelajari dengan baik.
Tersingkapnya tanah di tepi sungai
cemara menunjukan aktivitas erosi dan sedimentasi yang intensif pada masa
sekarang. Proses erosi tersebut mengakibatkan munculnya fosil-fosil binatang
maupun manusia purba di permukaan tanah sehingga sering ditemukan fosil-fosil
setelah turun hujan.
Akibat dari dorongan tenaga endogen
pada awalnya, aktivitas erosi dan sedimentasi yang tinggi maka menyebabkan
pengangkatan dan pelipatan tanah sangiran, sehingga lapisan tanah sangiran
terbagi dari 4 lapisan (dari lapisan teratas) yaitu Formasi Notopuro, Formasi
Kabuh, Formasi Pucangan dan Formasi Kalibeng.
d) Pembagian Ruang di Museum
Sangiran
1.
Ruang Pamer 1 bertema kekayaan Sangiran dan berbagai fosil yang ditemukan di
daerah Sangiran oleh Prof. Dr. Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald
dan sejumlah peneliti lainnya. Di Ruang ini banyak fosil yang berhasil
ditemukan, antara lain fosil binatang darat (gajah, harimau, dll), binatang air
(kudanil, buaya, dll), bebatuan dan berbagai peralatan yang terbuat dari batu
yang dulu pernah dibuat dan digunakan manusia purba yang tinggal di Sangiran.
Di Ruang
Pamer 1, juga terdapat buku kegiatan digital yang berisi tentang Evolusi
Manusia Purba. Buku ini berisi tentang Teori Darwin, Teori Migrasi dan
tokoh lainnya lengkap dengan penjelasan mengenai temuan.
2.
Ruang Pamer 2, bertema Langkah-Langkah
Kemanusiaan dan berisi diorama manusia purba serta profil para peneliti
Indonesia setelah merdeka. Langkah-langkah kemanusiaan dijelaskan pada teori
evolusi. Mulai dari Seleksi Alam, Adaptasi dan Variasi. Seleksi Alam menjelaskan
tentang keturunan suatu makhluk tampaknya sama dengan induk atau saudaranya,
kemudian makhluk yang mampu menyesuaikan diri (adaptasi) akan
bertahan hidup dan hingga bisa menciptakan suatu variasi.Setiap makhluk
yang dilahirkan itu mempunyai unsur keturunan masing-masing, unik. Di Ruang
Pamer 2, di sini terdapat beberapa diorama lain dari yang lain. Terdapat
diorama G.H.R. von Koenigswald .Seorang geolog dan salah satu penemu
tengkorak “Sangiran II” yang kemudian disebut sebagai Pithecanthropus
erectus. Koenigswald terlihat gagah, tapi bajunya sepertinya
terlalu kecil. Selain diorama para penetili, terdapat patung manusia
purba.Patung Manusia purba disajikan seakan-akan menggambarkan kegiatan mereka
ketika masa itu.Disana tampak menggambarkan menyalakan api dengan sebuah alat.
Menurut keterangan dari pemandu, meski ada patung yang menggambarkan sedang
menyalakan api, namun sampai sekarang belum ditemukan fosil alat yang digunakan
untuk menyalakan api. Entah itu menggunakan batu atau sejenisnya, tapi sampai
sekarang belum ditemukan.Masih banyak patung yang menggambarkan kegiatan mereka
pada jaman dahulu, misalnya; berburu, masak dan makan bersama.
3.
Ruang Pamer 3, bertema
tentang Homo Erectus dan berisi replika kehidupan species Homo
erectus. Pada tahun 2004, ditemukan sisa-sisa prasejarah dari goa
Leang Boa di Flores yang kemudian terkenal dengan nama Homo Floresiensis. Temuan ini menggemparkan dunia, karena dia
merupakan individu dewasa tetapi berpostur pendek, dengan tinggi bandan
kira-kira 106 cm. Hidup pada 18.000-13.000 tahun yang lalu. Berdasarkan
penelitian perkakas yang ditemukan, Homo
Floresiensis tergolong manusia yang cerdas, mampu menggunakan alat kayu dan
bambu sebagai alat utama untuk mengadakan pemburuan.
e) Koleksi Museum Sangiran
1. Fosil
manusia, antara lain Australopithecus africanus , Pithecanthropus
mojokertensis (Pithecantropus robustus ), Meganthropus
palaeojavanicus , Pithecanthropus erectus, Homo soloensis , Homo
neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens .
2. Fosil
binatang bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon
trigonocephalus (gajah), Mastodon sp
(gajah), Bubalus palaeokarabau
(kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus
sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa
dan domba).
Gambar Evolusi Manusia |
3. Fosil
binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting,
gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda
dan Gastropoda ), Chelonia sp (kura-kura), dan foraminifera
.
4. Batu-batuan
, antara lain Meteorit/Taktit, Kalesdon, Diatome, Agate, Ametis
5. Alat-alat
batu, antara lain serpih dan bilah, serut dan gurdi, kapak persegi, bola batu
dan kapak perimbas-penetak
6.
Koleksi lainnya
a)
Fosil kayu yang terdiri dari:
1. Fosil kayu Temuan
dari Dukuh Jambu, Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar.
Ditemukan pada tahun 1995 pada lapisan tanah lempung warna abu-abu ditemukan
pada formasi pucangan
2. Fosil batang pohon
Temuan dari
Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Fosil ini ditemukan pada
tahun 1977 pada lapisan tanah lempung Warna abu-abu dari endapan ditemukan pada
Formasi pucangan
b)
Tulang hasta (Ulna) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan di kawasan cagar sangiran
pada tanggal 23 november 1975 di tanah lapisan lempung warna abu –abu Formasi
kabuh bawah.
c)
Tulang paha
Ditemukan dari Desa Ngebung,
Kecamatan kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4 Februari 1989 pada lapisan
tanah lempung warna abu – abu dari endapan ditemukan pada formasi pucangan
atas.
d)
Tengkorak kerbau
Ditemukan oleh Tardi Pada tanggal 20
November 1992 di Dukuh Tanjung, Desa Dayu Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar pada lapisan tanah Warna coklat kekuning-kunginan yang bercampur
pasir ditemukan formasi kabuh berdasarkan penanggalan geologi berumur
700.000-500 tahun
e)
Gigi Elephas Namadicus
Ditemukan di situs cagar budaya
sangiran Pada tanggal 12 Desember 1975, Pada lapisan tanah pasir bercampur
kerikil berwarna cokelat ditemukan pada Formasi kabuh
f)
Fragmen gajah purba
Hidup di daerah cagar budaya sangiran. Jenisnya
adalah:
1. Mastodon
2. Stegodon
3. Elephas
g)
Tulang rusuk (Casta) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan oleh Supardi pada tanggal
3 Desember 1991 di Dukuh Bukuran, Desa Bukuran Kecamatan kalijambe Kabupaten
Sragen pada lapisan lempung warna abu – abu dari endapan pucangan atas.
h)
Ruas tulang belakang (Vertebrae)
Ditemukan di situs cagar budaya
sangiran pada tanggal 15 Desember 1975 di lapisan tanah pasir berwarna abu –
abu pada formasi kabuh bawah.
i)
Tulang jari (Phalanx)
Ditemukan di situs sangiran pada
tanggal 28 oktober 1975 pada lapisan tanah pasir kasar warna cokelat
kekuning-kuningan pada formasi kabuh.
j)
Rahang atas Elephas Namadicus
Rahang ini dilengkapi sebagian
gading ditemukan oleh Atmo di Dukuh Ngrejo, Desa Samomorubuh Kecamatan Plupuh
Kabupaten Sragen pada tanggal 24 April 1980 pada lapisan Grenz bank antara
formasi pucangan dan kabuh.
k)
Tulang kaki depan bagian atas (Humerus)
Bagian fosil ditemukan oleh Warsito
Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 28 Desember
1998 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi pucangan atas kala
pleistosen bawah
l)
Tulang kering
Ditemukan oleh Warsito di Dukuh
Bubak Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4
januari 1993 lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi pucangan atas.
m)
Fosil Molusca
a. Klas Pelecypoda
b. Klas Gastropoda
n)
Binatang air
1. Tengkorak
buaya (Crocodilus Sp.) ditemukan pada tanggal 17 Desember 1994 oleh Sunardi di
Dukuh Blimbing, Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe kabupaten Sragen pada formasi
pucangan
2. Kura – kura
(Chlonia Sp.) ditemukan pada tanggal 1 Februari 1990 oleh hari Purnomo Dukuh
Pablengan, Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, kabupaten Sragen pada Formasi
pucangan
3. Ruas tulang
belakang ikan ditemukan pada tanggal 20 November 1975 oleh Suwarno di Desa
Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada formasi pucangan.
Ya, sip. Terima kasih. Penulisan PT SRITEK, SMAN 2 MAGELANG dalam teks tersebut yang benar PT Sritex, SMAN 2 Magelang. Selain itu, bawahan dari A, bukan a), melainkan 1, 2, 3, dst.
BalasHapus